Thursday, September 2, 2010

Dubai International Airport

Ok, so everybody’s talking about how big and awesome the airport is.


Guess what, maybe they were just LUCKY.


After spending 2 consecutive months in the land of order, Germany, I had to go home and therefore took one of the Emirates flight and transit in Dubai. In minutes, I already become myself again; THE MISS COMPLAIN.

1 1. The information was thoroughly unclear. It was not stated clearly, where the passengers should go. Well, I was not really aware too, considering I did not sleep at all during the flight from München to Dubai. Partly my fault, but it still pissed me off because I took the wrong direction and ended up in the Passport check for entering Dubai.

2

2. The service was awfully ugly. I consider the people unwillingly do the service. For example, the man in the service counter answered my questions while taking a phone call. And I mean personal phone call, with his cell phone! The people who should take control of the queues were also rude and they scream to each other.

3. 3.

The airport was terribly crowded. I instantly recall my experience walking in the middle of Mall Kelapa Gading. The alley was narrow, too many people, and I couldn’t even sip my vanilla latte without being hit. Don’t even think about getting some sleep if you don’t have the access to the VIP lounges. The chairs were occupied, and some ugly smelly people slept recklessly on the floor(which ironically, I think come from Indonesia – some sort of maids sent abroad).

4. 4.

Frankly speaking, the airport is aesthetically not so pretty as well. After some desperate time, I decided to sit on a cozy corner of Häagen-Dazs, which was one of the few places where the space is normally arranged. The only view I got was a superficial garden in the middle of nowhere. After spending so many times reading books in the state gardens of Germany, of course this view annoyed me. I am not trying to be arrogant, but just look how it seems:


5. 5.

As I sat and ate my ice cream, suddenly an alarm rang. An alarm! As in, it was HURTING MY EARS, and nobody seemed to care! There was no security whatsoever. I decided to finish my delicious strawberry summer berry ice cream early and leave the place.


So now I am sitting on the floor, charging my laptop to an LG charging station. And one of those uneducated TKI played dangdut music. LOUDLY. In the middle of the room, in which so many people are asleep. After I finish writing this, I would definitely make a scene with this stupid woman.



And I thought I would save my anger until I reach Jakarta…


Oh well.


Pasang muka manis.


Stretching.


“Mbak, mbak…boleh tolong…………..”

Tuesday, August 31, 2010

When I Go The Distance

Als ich in die Fern gehen......

ceilah.
Gue percaya semua orang yang pergi ke luar negeri dalam jangka ga terlalu lama seperti gue akan merasakan hal yang sama seperti gue. Merasa jauh.

LHA IYA LAH!!!

Tapi bukan jauh secara kilometer yang jadi maksud gue di sini. 'Jauh'.
Terpisah jarak dan waktu dari rutinitas, orang-orang terdekat, makanan favorit...
And somehow, jauh dari diri sendiri.

It's like, finding (or earning) a new me.
Tiba2 gue lepas dari masalah yang biasanya membelenggu tiap hari,
kebiasaan2 orang2 di sekitar gue yg ga semuanya baik,
perbuatan bbrp orang yang sebetulnya ga gue sukai,
tiba2 gue ga perlu melepaskan mereka! Mereka lepas sendiri!

Akhirnya keliatan jelas, siapa yang keep in touch in a good way,
which means they would definitely make it in my future...
Wait. That seems arrogant.

Tapi gimana yah...maksud gue begini;
you don't want to have any friend who stay the same while you're growing.
It doesn't mean you should leave that friend, but it's much better to be friends with the people who are growing with you!
And it's kind of obvious, actually, in which direction they go.

Because life goes on! Well, mine does.
Jadi sangat menyenangkan berinteraksi dgn temen2 lama yang juga sedang melakukan perubahan hidup, saling mendukung dgn cara yang sehat, membiarkan 'jarak' itu tetap ada tapi menyikapinya dengan baik. Good friends don't have to always be with you in order to understand you.

So, every step further, I find more people closer than ever...and it's good to have friends like that...and KNOWING that I have friends like that.

UDAH AH CURHATNYA.

Skrg gue lagi berdiam diri di Stasiun utama-nya Muenchen (Munich), di Starbucks. Kenapa Starbucks? Karena ada internet. Kenapa Muenchen? Karena lusa gue akan terbang ke Jakarta dari sini. Kenapa berdiam diri di stasiun? Karena gue lagi nunggu seorang temen (tepatnya temennya temen gue, yg gue mintain tolong, gue akan numpang 2 malem di tempat dia krn gue mau jalan2 dulu di Muenchen besok) yang skrg masih kuliah. Kenapa berdiam diri? Karena gue bawa koper raksasa!!! Males dong!!! *loh kok marah2*

Gue ga tau gimana caranya tadi gue mengangkut koper 25kg ini dari lantai 3, naik bis, naik kereta, transit, sampe ke Muenchen. Ini udah dgn penyederhanaan juga, dari 3 tas gue sederhanakan jd 2 tas; 1 koper raksasa dan 1 ransel. Well, temen2 gue dulu malah pd bawa koper 40-60kg, gue ga ngerti lagi gimana caranya hidup. All my life I've always been the light traveler! Gue ke bandung cuma bawa tas slempang kecil, gue ke bali cuma bawa 1 ransel kecil...ke singapore aja cuma bawa 1 tas kecil...jd emang rasanya dgn koper ini hidup gue lebay. Dan ternyata...baju yg gue pake dikit juga tuh! Emang harusnya bisa lebih kecil nih...*kekeuh*

Next time it'll be winter. Kyknya bawaan gue bakal segini juga, krn gue udah ngedrop banyak baju di sini, tp gue nanti harus bawa mantel winter dan boots. Januari. 4 bulan lagi. 4 bulan itu sebentar loh. Semoga urusan visa lancar dan semua berjalan dengan baik...amin.

NGELANTUR.

BIARIN.

Temennya temen gue belum dateng nih. Jangan2 abis kuliah dia pulang, lupa akan keberadaan gue, trus gue harus nginep di stasiun....*lebay*

Sunday, August 29, 2010

Random Melancholy

Kar'na Ku Sanggup - Agnes Monica

Sungguh random. Setelah menyiksa diri dengan playlist dari Barbara Bonney, Isabel Rey, Montserrat Caballe, Renee Fleming, Anna Netrebko, dan segala penyanyi opera lainnya yang membuat gue sangat frustrasi, tiba2 gue memutuskan untuk dengerin lagu ini.

Biarpun gue kadang2 khawatir sm kesehatan pita suaranya Agnes Monica krn cara nyanyinya itu, tapi perlu gue akui emosi dia selalu tersalur dgn rapi di suara dan ekspresi di vidklipnya. Tapi gue ga nulis utk mengkritik salah satu (dan menurut gue yang terbaik dari) penyanyi muda pop Indonesia...gue cuma pengen CURHAT. Simple aja.

Hari ini tiba2 gue merasakan rindu yang membludak utk seseorang yg sangat mendukung gue dalam perjalanan ini, tapi emang kita harus pisah jalan...and this song pretty much says it all. Sebetulnya kata2 perpisahan itu udah sangat ringan diucapkan dulu, tapi waktu gue liat facebooknya hari ini (stalker!), tiba2 kok gue merasa kehilangan yang amat sangat yah?

We have never been so close in time and space. Nevertheless, I still feel this huge loss. Padahal ga ada yang terlalu beda juga, toh kita juga ga banyak kontak dari dulu. Dan dari awal gue bilang, gue pasti sanggup. Sanggup sendirian, dan ga bertopang sama dukungan dia. And I know too, he wouldn't let me go if he knew I still need him badly. So I smiled and walked away.

Maybe it's the rainy days...
Maybe it's the fog over the hills outside my window...
Maybe it's the loneliness...

Entahlah.

Maybe being far away from home makes me feel randomly mellow...
But whom I miss the most are the people who support me the most...
and somehow...
I am just so terrified that I'd disappoint them all...

Ah, crap.

Thursday, August 26, 2010

Amsterdam!



Ooh...the chaotic city! X-D

Mendadak langsung kangen Indonesia sekaligus terobati kangennya, krn Amsterdam itu mirip banget sama Jakarta. Eh, mgkn emang Jakarta mirip Amsterdam, maklum bekas jajahan. hahaha.

Pertama, Amsterdam itu CHAOTIC banget, rusuh, gue curiga isinya 80% turis. Sepeda2 yang ga tau aturan, orang2 teriak2 di jalanan...
Kedua, sungainya kadang2 kotor juga, banyak yang buang sampah sembarangan...
Ketiga, berisik! Kotanya ga pernah mati...
Keempat, pertokoannya emang persis kayak pasar baru (well, pasar baru itu pasti diadaptasi dari jalanan pertokoan Eropa, cuma bedanya di pasar baru toko2 kain, kalo di sini isinya segala jenis toko dan restoran, dari yg murahan sampe yang elit).

Awalnya gue udah deg2an, nunggu kereta malem yg sepi banget...
suasana stasiun tengah malam
begitu masuk kereta, gue langsung curiga. Ini bener2 kyk hostel berjalan, penuh orang aneh2, backpackers kumel gitu. Belum lagi tempat gue didudukin perempuan ga tau diri. Trus berisiiiiikk...banget, bahkan sampe stlh lampu dimatiin (yg tandanya waktu tidur). Biarpun bangku sblh gue akhirnya ga ada orang, tetep aja gue bolak-balik cari posisi tidur nyaman. Akhirnya ga nyaman juga. hahaha...

Begitu sampe, gue pergi ke hotel yg dibooking kakak gue, dan biarpun gue mencak2 liat harganya (sementara kamar gue di loteng, kecil banget), tapi gue seneng bgt karena (1)gue bebas berbahasa Inggris (2)ada TV!!! yaaaayy!!!

Stlh nonton konser kakak gue yg luar biasa keren, kita makan di restoran yg sangat terdidik (yg gue yakin mahalnya lebay, untung ditraktir), dan besoknya kita pun jalan2 naik kapal. Amsterdam itu jauh lebih bagus diliat dari sungainya, believe me.



Di Belanda, bangunannya biasanya berwarna merah krn dibangun dgn bata merah, itu yg bikin khas. Biasanya rumahnya juga bentuknya memanjang, krn dulu dipake buat gudang.
Ga lupa gue sekedar lewat Red District, walaupun ga berani foto. Isinya banyak cafe yg gosipnya jual kue2 berganja, dan rumah2 kecil yang pintu dan jendelanya kaca dari atas sampe bawah, dan di dalemnya ada perempuan2 dgn pakaian dalam aja. Ada yg masih muda dan seksi, banyak jg yang badannya sebetulnya udah ga keruan...agak serem juga. hahaha...

Anyway, ada BUANYAAAAKKK...banget restoran Indonesia dan Chinese food (ada china town juga sih), tapi gosipnya yg enak kalo Indo cuma 2, sayangnya gue lupa namanya. Jangan makan gado2 atau sayur2an di resto Indo, mending makan sate atau daging2an, lebih wajar rasanya. hehehe. Kalo chinese food, gue sempet makan 2x di tempat yg enak, 1 yg agak gede di chinatown (tp bukan yg bentuknya kyk kuil, katanya itu malah ga enak), satu lagi gue inget namanya Nam Kee (ada bakso sapi serius, enak banget, dan ga ada di menu).

Besoknya, kakak gue dapet undangan makan pagi di apartemen salah satu temen baik musisi no.1 di Belanda, dan gue diperbolehkan ikut. Apartemennya tepat di sebelah pelabuhan, deket stasiun, dan gue pun ngeliat kapal2 yg ikut festival pelayaran (5 tahun sekali, gue beruntung bisa liat, dia cuma berlangsung 3 hari). Dan salah satunya; KAPAL INDONESIA. Terkenal loh!
kapal DEWARUCI, ada bendera merah putihnya

Bangga juga liat Indonesia berpartisipasi, dan kapalnya termasuk salah satu yg besar dan mengundang perhatian loh. :)

Ok, akhirnya gue pun bertingkah seperti turis tipikal Indonesia, gue BELANJA! Pas ditemenin sama temen gue jg yg tinggal di Belanda. Abis gue gemes liat ikat pinggang Replay yang kalo di Indo lebay banget harganya, di sini lagi sale 70% (percaya deh, harganya ga sampe ratusan ribu), dan Birkenstock yang kalo di sini harganya SEPEREMPAT harga di Jakarta. Udah. Untungnya selama 2 bulan ini gue emang cuma pernah beli sepatu seharga 10 Euro sblmnya, sisanya cuma belanja makanan atau makan lebay di restoran. hehehe.

Trus pulang deh ke Jerman...naek kereta malemnya aja terdidik banget, jam 12 semua udah pada tidur, banyak orangtua juga, teratur, ga ada yang bau...

Enak sih...
Tapi dasar Jerman...
Sepi..................

*agak nyesel cuma 3 hari di Belanda dan cuma di Amsterdam*

Tuesday, August 17, 2010

Angels in Germany

Jadi, selama kira-kira satu setengah bulan tinggal di Jerman, diperkuat dengan testimoni temen2 yang juga udah tinggal di Jerman, muncul anggapan bahwa orang Eropa memang susah diajak berteman. Memang banyak yang ramah, tapi ya sekedar ramah sampai batas basa-basi. Harus diakui, yang luar biasa ramah dan mau menolong serta merta ya anak2 Asia (itu juga sebetulnya ga semuanya).

AKAN TETAPI...
Dengan rahmat Tuhan yang Maha Pengasih, gue berhasil bertemu dengan beberapa orang yang mungkin paling baik di Jerman. :D

Pertama, profesor di Wuerzburg.
Biarpun gue luar biasa jelek nyanyinya dan sangat jauh dari standar murid2nya dia, dia tetep mau ngasih gue pelajaran, bahkan yang pertama gratis. Dia sama sekali ga mematikan semangat gue untuk belajar, biarpun dia mengatakan dengan jujur bahwa banyak sekali yang harus gue kejar.

Kedua, seorang dosen dari Trossingen.
Gue memohon waktu dosen ini utk ngajarin gue, karena sekarang di Freiburg gue ga punya kontrol sama sekali, dan Lehrerwunsch gue bilang dia terlalu sibuk untuk menangani gue (!). Kebetulan dosen ini adalah temennya guru gue dulu. Dengan baik hatinya, dia MENJEMPUT gue untuk pergi ke tempat latihan yg ternyata juga 47 km dari Freiburg (tempat latian koor dia gitu), dan MENGANTAR gue dengan mobilnya itu sampai rumah! Daaaan...dia ga mau dibayar, karena katanya dia melakukan itu untuk guru gue! KETERLALUAN BAIKNYA! Dan dia orang Jerman loh! Tak lupa, jam pelajaran itu sangat berguna, karena banyak banget yang gue dapet dari dia.

Jadi intinya...
ada kok malaikat2 yang bersembunyi sebagai orang Eropa...
dan mungkin memang gue sangat beruntung bisa bertemu mereka...
:)

Saturday, August 7, 2010

Belajar di Luar Negeri

Setiap kali gue denger orang di Indonesia berdiskusi tentang orang yang mau studi ke luar negeri, yang gue denger adalah "Orang kaya sih dia," "Duit dari mana?" "Habis berapa tuh?"

GOUSH! ENOUGH!!!

Trust me, it needs MUCH MORE than just money to just be here. And 'just to be here' is not enough! Masih banyak sekali hal yang harus dilakukan, diperjuangkan, mati2an, cuma supaya punya kesempatan belajar.

Tentu saja, uang adalah masalah yang juga besar. Tapi uang bisa dicari. Pekerjaan untuk student di sini banyak, asal bisa cari yang cocok. Masalah yang luar biasa besar yang harusnya dipikirkan adalah;

1. bagaimana cara masuk ke uni atau hochschule yang diinginkan
It's FREAKING HARD. Persaingannya luar biasa ketat, standarnya luar biasa tinggi. Sekolah2 yang bagus tentunya mau mendapat murid2 terbaik, dan calon murid harus jungkir balik membuktikan bahwa mereka layak masuk. Karena selain diterima, si murid juga harus dapet tempat. Jadi lolos standar aja ga cukup.

2. bagaimana berbahasa Jerman dengan baik
Hampir tidak ada uni/hochschule yg berbahasa Inggris. Dan ga sembarangan, yang dibutuhkan adalah tingkat berbahasa kuliah, kemampuan bahasa untuk studi, diskusi, baca literatur, bikin paper...sedangkan di Indonesia, bikin paper bahasa Indonesia aja kayaknya udah pusing. Imagine doing it in another language. And not English.

3. andai udah diterima pun, dan syukur2 dapet tempat, cari Wohnung
Ga semudah itu, bukan berarti kita punya uang utk bayar, trus tinggal cari tempat kos. Para penghuni, selain penyewa, juga punya hak untuk menentukan apakah kita bisa tinggal di situ atau ga. Jadi nasib kita ditentukan sama mereka. Sucks.

SO IT'S NOT JUST ABOUT MONEY.

Freaking hard? I've told you so.
Tapi kenapa orang masih mau belajar ke sini?
Apalagi orang yg ga punya kelebihan apa2 seperti gue.

Now that I've lived here for a month, I begin to see why.
Karena di sini, badan dan pikiran gue sejahtera. Otak gue terpakai, badan gue bekerja, nyaman, aman, dan tentram. Tentunya ga selalu, tapi hampir selalu. Selalu ada asupan informasi, selalu ada kegiatan berguna yang bisa dilakukan. Rasanya hidup, dan berguna! Ilmu ga ada habisnya, buku jadi sahabat, konser jadi makanan, museum jadi tempat wisata...hampir semua orang di sini tahu, uang bukan segalanya. Yang penting adalah hidup dengan baik. Ini masalah pola pikir!

I want to study.
It's a simple reason, but I know it's a right reason to be here.
Gue ga mau asal ngomong bahwa les bahasa dan les nyanyi 2 bulan ini menjadikan gue 'udah belajar di Jerman', cuma bisa naikin harga ngejob dan kembali ke kehidupan gue sebelumnya. I've tasted the ecstasy of learning. I want more. Gue merasa selama 23 tahun ini gue belum belajar apa2 (well, sedikit), dan skrg gue harus sprint utk jadi orang yang optimal. Tentu saja susah. Tapi berkarir di Indonesia juga ga gampang, kalo mau melakukannya dengan baik dan optimal. Jadi sama2 susah kan? So what? It's gonna worth the uphill climb. :)

I am so excited. :D

Thursday, July 29, 2010

Chaos

2 hari yang lalu ada kejadian heboh.

Seorang temen les bahasa gue yang berasal dari Cina merasa ga enak badan dan memang keliatan pucat pasi. Beberapa saat sebelum kelas bubar, tiba2 dia bilang dia merasa sangat tidak enak badan, dan begitu mencoba bangun dari tempat duduk, dia PINGSAN!

Temen2 sekelas gue langsung super heboh, langsung nyari tempat untuk dia tidur. Nah, dari sini muncullah hal2 ajaib.

Pertama, si temen gue (Qiao Ge) ini bahasa Jermannya masih agak berantakan. Temen sekelas kita yang dari Cina juga ga masuk, alhasil dalam keadaan sakit itu dia harus mikir susah payah utk menjelaskan kondisinya dalam bahasa Jerman.

Kemudian, munculah ide temen2 gue untuk mencari anak yang berbahasa Cina juga. Sayangnya, sungguh sayang, mereka ga bisa bedain anak Cina, Korea, dan Jepang! Alhasil semua yang berwajah oriental pun dicegat dan ditanya, "Woher kommst du?" yang artinya "Kamu berasal dari mana?"

Salah satunya temen gue yang dari Jepang juga, namanya Kikue.
"Kikue, woher kommst du?" (Kikue, kamu berasal dari mana?"
"Ah, ich komme aus Japan." (Ah, saya berasal dari Jepang."
"Kannst du mit Qiao Ge sprechen?" (Apa kamu bisa bicara dengan Qiao Ge?)
"Nein, ich verstehe ihre Sprache nicht!" (Tidak, saya tidak mengerti bahasa dia.)
"Ah, du kommst aus Japan." (Ah, kamu dari Jepang.)
"Ja!" (Ya!)
"Ni hao ma?" (Apa kabar? -->tapi bahasa Cina)
"......"

Gue udah ketawa2 aja dalam situasi chaos ini.
Jangan sedih, kekacauan belum berakhir.

Akhirnya datang ambulans, dan si Qiao Ge dibawa ke rumah sakit. Ibunya kerja di kota Freiburg, dan temen gue nanya ke orang sekretariat kursus;
"Haben Sie die Telefonnummer von Qiao Ges Eltern?" (Apa Anda punya nomer telepon orangtua Qiao Ge?)
"Ja, aber sie sprechen Korea, oder? Ich verstehe nicht!" (Ya, tapi dia bicara bahasa Korea kan? Saya tidak mengerti!)
Pak, pak. Dia orang Cina. Haduh.

Begitulah, buat orang di luar Asia, mukanya semua sama aja. Kacau. Tapi gue aja pernah dikira orang Itali kok, diajak ngomong Itali, dikasih katalog Itali...gue sungguh ga mengerti kenapa. Gue cuma ketawa2 dan bilang bahwa gue mau katalog bahasa Jerman atau Inggris.

Semoga ga sering2 deh ada chaos begini. :p

Wednesday, July 21, 2010

The Big City

Hari ini mau jadi turis di Stuttgart.

Kemaren udah ketemu profesor di sini, dan tentu saja hasilnya jelek. Hahahaha... bukannya ga nyangka sih, cuma agak kesel aja karena menurut gue udah 70-80% lah yg gue tampilkan, ternyata bener2 masih berantakan, dan gue dipaparkan pada masalah-masalah seperti umur dan musikalitas.

However, I don't really like this city. Too crowded. Cerminan apa yg orang bilang sebagai negara yg ga bersahabat dan ga ramah ya pasti dari kota besar yang seperti ini. Bahkan restoran-restorannya pun ga menyenangkan.

Yah, semoga bukan karena terbawa mood jelek gara2 penolakan profesor juga sih. Makanya hari ini mau kekeuh ikut city tour supaya ngeliat sebagus apa sih kota ini, biar ga bad mood terus2an juga sih (walaupun harga city tournya aja udah bikin kesel, 18 Euro!!! hahaha...).

Wuerzburg is still the best so far (kotanya, orang2nya, profesornya, pemandangannya, tamannya, segala2nya!), thank God I'd stay there next year to prepare everything. :)

Anyway, if after 6 months of preparing in Wuerzburg I still don't get the place to study, I think I'd go back and stop. Too much money, too long, too old. Yang penting dalam 6 bulan itu suara gue harus sehat dan menyerap pelajaran dari sang profesor sebanyak2nya. That's my revelation tonight. :p

Mari jadi turiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiissss... :D





Monday, July 12, 2010

Ternyata?

Fakta2 kecil yg gue temukan (yg tadinya ga gue sangka) di Jerman;

1. orangnya ga jutek2 amat
di Freiburg dan Wuerzburg banyak yang ramah, banyak senyum, walaupun memang orang Asianya biasanya jauh lebih ramah-ramah. Tapi ga susah sih mendapat bantuan kalo nyasar atau bingung akan suatu hal.

2. baju minim itu akibat cuaca
Sungguh, bukan sekedar masalah kultur. EMANG PANAS BANGET kalo musim panas. Dan perlu diingat, tidak seperti Indonesia, mereka ga punya AC. Jarang banget yang punya. Karena sepanjang tahun biasanya dingin, mereka punyanya ya pemanas. Jadi bayangin aja kalo dalam cuaca sepanas Jakarta mereka semua harus jalan kaki atau naik sepeda kemana-mana. Ya tentu saja akhirnya banyak yg pake baju seminim mungkin, bahkan ada yg telanjang dada. Biasanya sih dikit cowok isengnya (perlu diingat cowok iseng selalu ada dimana saja, karena cowok ya gitu).

3. keretanya sering telat juga
Well, enaknya, telatnya bisa diprediksi. Jadi dikasitau, telat 5 menit, 16 menit, gitu2 lah... kalo di Jakarta kan bisa ampe 4,5 tak berkabar. hahaha. Tapi ya tetep aja suka bikin deg2an kalo keretanya harus nyambung2. :p

4. Gerejanya rame juga
Ekspektasi gue kan Gereja-nya sepi, eh pas ikut misa ternyata cukup rame sama umat (bukan turis). Tapi emang itu gereja yang gede sih... :p

5. ga bersih2 amat
Banyak grafitti di kota ini, di banyak tempat ada sampah2 juga, cuma emang pemisahan kotak sampah dan pembuangan sampah dari rumah/restorannya sangat teratur. Lalat sih tetep ada, percaya ga percaya. Enaknya cuma entah kenapa di sini ga ada becek-becekan. Mungkin karena saluran airnya sangat tertata rapi.

Sementara itu dulu fakta2 kecil yg gue perhatikan dari sini.
Pasti akan ada yg menyusul. hehehe. :D

Friday, July 9, 2010

One Down, Thousands More To Go

So, hari ini pertama kalinya ketemu profesor dan mendapatkan jawaban.

Si profesor sangat baik hati dan bersemangat, walaupun menemukan bahwa suara gue bener2 banyak masalah, bukan cuma secara suara tapi juga secara koerperarbeit atau kerja badan.

Well, it was an answer.
Not a good one, but still an answer.

At least now I know I am a soprano and have to train really hard to catch up.

Di satu sisi, ya gue emang lebih seneng jadi soprano dibanding mezzo-soprano.
Tapi di sisi lain, banyak sekali disadvantage-nya.
1. harusnya soprano dilatih dari muda, dan skrg saat gue baru mau mulai, gue udah 23
2. gue harus menemukan tempat suara sopran itu yang sama sekali ga gampang dan training intensif utk dapetin suara itu lagi
3. secara lahan pekerjaan sebetulnya sopran itu tidak menguntungkan krn banyak sekali, dan gue tau gue ga besonders atau luar biasa

Jadi gue pun mengurungkan niat nongkrong di kota ini dan memilih untuk diem di kamar dulu, merunut pikiran, meyakinkan diri bahwa gue tetep akan bergerak maju. Gue udah mengalami banyak sekali kesulitan dan gejolak emosi untuk sekedar sampai di sini. Tapi sesampainya gue, ternyata semua itu belum ada apa2nya... it's heartbreaking, but how can I even think about an option to stop?

All my life I tried to be something special. In a good way.
Of course it's devastating to know that I am not special.

Tapi mengingat semua hal yg ingin gue lakukan 20 tahun ke depan, I have to get through! I have to get my bachelor degree in music, I have to learn in this country...though afterward I'd simply go home and make most of my dreams in my homeland...it's really what I wanna do! It's what I NEED to do!

Karena dengan kapasitas gue yg sekarang, gue ga bisa mewujudkan banyak.

Ini baru permulaan, tapi rasanya emang udah remuk redam. Mengingat gue ga punya privilege lebih utk melakukan ini; semuanya harus diusahakan dengan sedikit memaksa, dan tentunya dengan merepotkan banyak orang. But come to think about them who never give up on me, I know I have to go on too...they trust me so much! :')

Still have months to go, many works to do, dreams to catch...
Inhale. Exhale.
Go on. :)

Thursday, July 8, 2010

Sendirian Bertualang

pictures of Wuerzburg (sempet masuk ke Residenzplatz, ada lukisan fresco nyambung terbesar di dunia, UNESCO World Heritage):



Waktu di Freiburg, gue ga mengalami kesulitan yang berarti, karena ada Lia dan Adhi yg dengan baik hati ngasih banyak petunjuk Misalnya;
1. beli Regiokarte (tiket naik kereta dan bis untuk sebulan) seharga 47 Euro
2. ngasitau di haltestelle mana gue harus berhenti kalo mau ke mana
3. ngasitau tempat daftar (Anmeldung) di Burgeramt (kantor pemerintahan gitu utk registrasi). Kalo di freiburg tempatnya deket halte Johannes-Kirche, form Anmeldung di lantai 2.
4. ngasitau letak Deutsche Bank juga, jadi bisa langsung buka blocked account itu, cukup dgn bukti registrasi di Burgeramt dan surat konfirmasi tabungan di DB.

Oiya, dan gue langsung dapet peta dari hostelnya juga...

Sekarang gue lagi berada di Wuerzburg utk ketemu seorang profesor.
Sendirian.

Baru nyampe jam 4 sore tadi dan langsung berusaha nyari tempat ketemu si Profesor besok. Bener2 masih buta jalan dan belum tau angkutan sama sekali, dan sialnya belum punya peta! Tapi untungnya gue cukup sukses menemukan bangunan tsb dgn modal ngegambar peta yang gue liat di internet. Nah, pulangnya kan gue cari makanan tuh...ternyata gue terbuai! Belok sana belok sini, kok gue makin bingung yah? Yak, konfirmasi, gue NYASAR.

Apa daya, cari orang terdekat dan langsung tanya arah menuju stasiun (krn hostel gue di sini sebrang stasiun). Untungnya gue bisa menemukannya lagi! Sekarang pegel2, dan besok bertekad sangat kuat untuk ambil peta dulu pagi2 di Tourist Center, sambil mau nanya2 soal sistem tiket bus dan kereta di sini...

Bertualang sendirian di kota baru, menyenangkan juga loh! Skrg roommates gue perempuan2 jepang dan laki2 rusia...nice! Kalo diinget2 berarti gue udah ketemu banyak sekali orang dari segala penjuru dunia, pdhl baru seminggu di Jerman.

Di tempat les bahasa di freiburg, gue kenalan sama 3 suster India, 2 pastur Polen, 2 orang Jepang, 2 Cina, Israel, Peru, Itali, Meksiko, Nigeria...di hostel kenalan dan ngobrol sama orang Jerman, Brazil, dan Rusia. Mayoritas memang anak muda yang suka travelling dan belajar, so it's really nice! Sehr schoen! Yg seru tadi sempet ngobrol sama traveller yg travelling sejak umur 12, dia udah keliling dunia dan kerja di banyak komunitas sosial. Gue bilang gue baru pertama kali ini travel jauh sekali dari rumah, dan gue pengen bisa banyak travelling kayak dia tapi ga punya waktu. Here's her quote;
"We all have the same amount of time; 24 hours a day. What makes a difference is what we want to do about them."

Goush.

This is exactly why I want to study far away from home. Somehow I became more flexible to embrace these new point of views, faced to reality I didn't dare to face back home. I've come so far, and I wouldn't want to step back. Though the road is a steep uphill climb, it would worth it.

There is so much more to learn when you are alone abroad than the school.
It's life.
Open your eyes wide.
Enjoy. :)

Laki2 Smua Sama Aja

Baru malem pertama di Freiburg, udah ketemu orang aneh!

Masa jam 4 pagi tiba2 tangan gue dipegang sama orang di tempat tidur sebelah gue! Sumpah untung gue sangat capek dan ngantuk, jadi gue ga cari ribut dan langsung menjauh aja, paginya baru pindah kamar, ngadu ke resepsionis.

Laki2 kurang ajar yang tolol itu ngaku dari Amerika, tapi gue sih cukup yakin dia bukan dr US, soalnya bahasa Inggrisnya jelek banget. Huh, resiko nginep di Hostel yang berbagi kamar, dan karena gue ambil yg paling murah, dapetnya emang di kamar yang ber-21 dan campur. Akhirnya setelah perjuangan pindah2 kamar terus bbrp malem, gue pun bisa pindah ke kamar yg cewek semua. Ternyata pas ngobrol2 sama roommates, ada juga yang pernah diajakin ngobrol dan makan bareng sama si lelaki hina itu! Hmm, he's really looking for troubles. Untungnya stlh bbrp kali berpapasan dan gue pasang tampang terjelek, tampaknya dia males negor gue lagi. Kalo beneran negor lagi sih gue bisa lapor polisi loh. Jerk.

Anyway, kemaren juga gue kan mau ambil buku di tempat tinggalnya Lia dan Adhi, yang letaknya agak sedikit di luar Freiburg, nah gue harus naik bis di suatu tempat. Tiba2 muncullah segerombolan supporter sepakbola yang nyanyi2. Gue pikir sama Lia, ya namanya juga ababil, ya udah lah ya. Ternyata, tiba2 mereka kyk menyerang sebuah tempat tinggal suatu komunitas anak muda jalanan gitu! Pokoknya mendadak rusuh, lempar2 kayu gitu, bbrp meter dari tempat gue dan Lia nunggu bis. Untung dalam hitungan menit, langsung muncul bbrp mobil polisi dan membubarkan keramaian itu.

So kesimpulannya, living in Europe is overrated! Tentu saja mungkin pendidikan, infrastruktur dan kebersihannya sangat rapi dan patut dipuji, tapi dimana-mana namanya ABG labil ya tetep labil, orang ga berpendidikan selalu ada, orang aneh mah banyak, supporter bola selalu rusuh. Kemaren krn DE kalah dari Spanyol, gue pun ga berani pulang ke hostel dan nginep di rumah Adhi krn takut ketemu orang2 aneh lagi, soalnya gue mesti menempuh perjalanan panjang plus harus jalan kaki lagi menuju hostel.

Bertekad kuat, ntar pas pulang ke Indonesia akan belajar ilmu bela diri. :p

Hari #1 - Wilkommen nach DE!

Jakarta-Abu Dhabi. Abu Dhabi-Frankfurt.

Sampe Frankfurt, gue dan Sophie pun bengong. Ini kok tempat nunggunya kecil dan ga jelas yah? Trus hp kita berdua ga dapet sinyal. XL gue dapet sih, tapi sialnya ga ada pulsa. Akhirnya duduklah kita dengan bingung di terminal E...untungnya kakak gue bisa menemukan gue dengan mudah! Hore! Jadilah gue langsung sarapan sama kakak gue, sementara Sophie dijemput tantenya. *belakangan baru tau ternyata tempat nunggu yg luar biasa megah di Frankfurt itu ada di lantai atas*

Selama sarapan, kakak gue pun mengecek semua persiapan gue utk hidup di Jerman. Dari tempat tinggal, jadwal ketemu para profesor di tiap kota, visa, sekolah bahasa, sampe jadwal kereta. Bersyukur banget gue lsg ketemu kakak gue yg udah tinggal di Jerman dari 1992, jadi semua bisa dicek. Langsung masuk kereta menuju Freiburg yg transit di Mannheim, kakak gue pun melepas adik kecilnya yang baru pertama kali menginjak Jerman ini... *lebay*

Sampe di freiburg, gue bingung gimana caranya bawa koper seberat 25kg, ransel 8kg, dan tentengan 2kg sendirian naik kereta ke pusat kota dan nyari alamat hostel tempat gue nginep. Gue pun memutuskan naik taksi, krn kata kakak gue ga jauh. Gue curiga si sopir taksi gagu, soalnya ga ngomong sama sekali, jutek banget...bodo amat, yg penting gue udah di jerman, blweeee...:P

Sampe di hostel dgn selamat, gue pun mencari internet dan segera menghubungi Lia yg udah ada di Freiburg duluan (dan dgn selamat udah dapet tempat di Musikhochschule, amin!). Itu juga dengan bantuan temen2 di Indo yang berbaik hati nolongin ngisiin gue pulsa ke XL supaya bisa telpon...singkat kata akhirnya gue dikasitau angkutan menuju pusat kota dan tempat2 pentingnya.

Freiburg, aku siap!!! :D

Hari #0

Setelah perjuangan visa dan emosi yang bergejolak, akhirnya tiba hari di mana gue akan berangkat menuju Jerman. Biarpun visa Austria, akhirnya gue memutuskan untuk lsg ke Jerman ajah.

Nyokap sibuk masak ikan teri kacang biarpun lagi sakit, katanya lumayan buat lauk sebulan. Yang ada juga jadi cemilan. Ah ibuku memang pengasih...:) Akhirnya dijemput Lius, sahabat gue. Hujan total, macet, panik, dan akhirnya memang hampir terlambat!

Biarpun ada rombongan yg sangat berbaik hati nganter ke airport, akhirnya cuma bisa cipika cipiki 3 detik, peluk2 dikit, trus langsung check in dan boarding krn ngepas banget waktunya. Untung dlm keberangkatan ini gue bareng sama temen gue dari Goethe, namanya Sophie. Biarpun kita ga duduk sebelahan, lumayan banget bareng2 sampe Frankfurt dalam pesawat Etihad yg makanannya enak tapi bangkunya sempit banget (padahal gue kan pendek!).

Karena buru2, ga sempet sedih atau lebay.
Gue pikir, toh dalam 2 bulan gue akan balik lagi dulu.
In the mean time....tidur. -___-

Visa

Kalo ada yang tanya, ribet ga sih ngurus visa?
Gue, sebagai orang yang sangat ga well-organized dan suka mengacuhkan kata hati kecil, akan bilang RIBET!!!

Tapi coba dirunut dulu kejadian gue sampe mendapatkan visa (yg sebetulnya jenisnya juga ga sesuai...-____-')

Bbrp bulan yang lalu gue mengalami kebingungan krn harus mendapatkan visa Student Applicant di kedutaan Jerman yg letaknya di sebrang Grand Indonesia. Masalahnya adalah, surat undangan untuk audisi di MusikHochschule yang gue minati itu belum tiba juga... undangan audisi? Yupp.

Gini, jurusan musik di Jerman (dan negara Eropa lain, setau gue) itu adalah jurusan yang bergengsi dan cukup sulit dimasuki. Untuk kuliah musik, kita harus ikut yang namanya Aufnahmepruefung alias ujian masuk. Caranya, kirim semua surat yg diperlukan Hochschule itu via pos (pake DHL ke Jerman skitar 350rb utk dokumen), trus tunggu balesannya. Jangan lupa terjemahin dan legalisir surat2 tsb. Terjemahan Jerman paling oke sama Pak Akhmad Robani, liat aja nomernya di kedutaan, legalisir di kedutaan utk 5 set pertama gratis, berikutnya kena agak mahal. Nah ntar si Hochschule akan ngirim undangan Aufnahmepruefung. Gue sih minta dikirimin pake email juga selain pos, biar cepet, walaupun kenyataannya pos dan email nyampenya barengan. Capek deh. :p

Setelah si undangan dateng, bukalah rekening terkunci di Deutsche Bank. Jangan salah, bukan Deutsche Bank Indonesia, tapi yg di Hamburg. Jadi download si formulir pembukaan Student Blocked Account/Student Sperrkonto, isi, minta tanda tangan di kedutaan Jerman (datanglah skitar jam 11 krn si konsuler baru akan tanda tangan sblm kedutaan tutup), trus kirim dokumen2 itu ke Deutsche Bank Hamburg. Dia akan konfirmasi lewat email mengenai pembukaan rekening tsb. Skrg transferlah jumlah yg mau diblok, minimal 7608 Euro tertulisnya, tapi kenyataannya minimal 7800 sih supaya bisa diambil genap 650 Euro per bulan, gituuuu... Ntar akan dikirimin konfirmasi dr Deutsche Bank lagi bahwa udah tersimpan sejumlah sekian, nah surat konfirmasi ini beserta surat2 lainnya dimasukin ke kedutaan deeh...

Apakah yg membuat hidup gue rumit kemaren?

Gue kan mau audisi di Jerman DAN Austria. Kalo dibaca di websitenya, dr Austria gue bisa dapet visa Schengen-D harusnya, jadi bisa masuk Jerman juga, sementara kalo apply di Jerman itu dapetnya Student Applicant (3 bulan), yg bisa diperpanjang begitu keterima. Alhasil stlh ngurus semua di kedutaan Jerman, gue menarik paspor gue dan apply ke kedutaan Austria.

Sebetulnya kedutaan Austria itu ga ribet, dgn si mas2 yg sepertinya bekerja di bawah tekanan, biasanya kalo ada yg kurang dia mau telpon kita dan kasitau. Masalahnya kemaren, krn gue mindahin dokumen, maka waktunya mepet sekali. Hari2 menjelang keberangkatan, ternyata gue masih kekurangan booking tiket pulang dan bukti deposito gue di Jerman. Alhasil dengan kira2 10x bolak balik kedutaan (gue ga melebih2kan, dari proses apply, ngecek krn gue ga mau telpon, gue sempet bolak balik di saat kedutaan Austria tutup, ngambil paspor, balikin paspor, ganti tanggal berangkat, sampe ngambil), gue baru dapet visa gue setelah semua Aufnahmepruefung berakhir!!! Itupun visanya ternyata Schengen-C yg sama aja kyk turis! Tau gitu kan ya skalian aja gue apply visa turis toooohhhhhh?????

Alhasil skrg gue berada di Jerman dgn visa turis Austria (sungguh aneh dan tolol) dan terpaksa harus pulang lagi september nanti dan apply visa baru untuk belajar semester depan. Skrg gue cuma les bahasa aja deeeh....

Sekian dulu soal visa, capek juga menggali emosi lagi...hahaha...

The Journey Begins

Jadi, kira2 setahun yg lalu, gue memutuskan untuk segera menyelesaikan kesarjanaan gue di bidang bahasa Inggris dan mengejar cita2 gue untuk belajar nyanyi klasik sebenar-benarnya di benua tempat si musik klasik itu tumbuh dan berkembang; Eropa.

Berbekal 11 tahun belajar piano yg sebenernya males2an, kemampuan teori yang ala kadarnya, dan suara yg punya banyak kecacatan, gue pun mempersiapkan diri utk beneran ambil S1 lagi di Jerman. Kenapa Jerman?
1. lebih murah dibanding negara Eropa lainnya
2. guru2 gue kebetulan udah punya pengalaman di sana
3. udah ada kakak gue yg berkarir di Berlin
4. gue yakin bgt para pengajarnya standarnya tinggi sekali

But that's a year ago.

Mengingat duit gue yg sebetulnya ga mahadaya, dan kemampuan gue yg harus banyak diolah, plus ini pertama kalinya gue akan jauh dari rumah all on my own, perjalanan ini sama sekali ga gampang.

Akan tetapi, setiap langkah yang gue jalani ini gue yakini sebagai tiap tanjakan menuju kesuksesan; bukan secara materi, tapi secara ilmu dan kemanusiaan. Money goes without saying, I'd say.

Nah, gue ingin berbagi dalam blog ini, mengenai tiap langkah perjuangan gue, bukan cuma utk berbagi pengalaman tapi juga tips2 dan kerepotan yang alangkah baiknya bisa dihindari teman2 yg berminat belajar di Eropa juga, khususnya sih yang di Jerman. Gue sih masih berada di langkah awal, tapi smoga bisa membantu.

Enjoy! :)